PENTINGNYA MUQODDIMAH ILMU




Sudah tidak asing lagi dan bukan menjadi hal yang tabu, semua orang tahu akan berharganya ilmu, yang dimana dengan ilmu seseorang  diangkat derajatnya, sebagaimana dijamin oleh Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah potongan ayat  ke-11 :
يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتو العلم درجات (المجادلة : 11)
“Allah mengangkat derajat orang-orang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi Ilmu”.
Tetapi di balik keindahan ilmu yang membuat orang banyak mencarinya, muncul pertanyaan di antara banyaknya penuntut ilmu yang dimana tidak sedikit dari mereka tidak sampai kepada ilmu yang diinginkan, bahkan bisa dikatakan tidak mendapatkan sesuatu atau hanya sampai setengah jalan dan tidak bisa sampai tingkatan akhir dalam disiplin ilmu tersebut, ada apa?.
Dalam perjalanan mencari harta karun, seseorang dituntut untuk mengikuti peta yang berlaku dan benar hingga sampai ke tempat harta tersebut. Begitu juga dalam pencarian ilmu, para ulama telah membuat suatu peta dan langkah-langkah dalam memulai pencaharian.
Langkah pertama sangat menentukan dalam perjalanan, karena barang siapa yang memulai langkahnya dengan baik, niscaya akhirnya akan berakhir baik. Ada suatu rumus yang diukir oleh para ulama dengan tinta emas bagi setiap orang yang ingin memulai memasuki suatu ranah disiplin ilmu, baik itu ilmu agama ataupun ilmu umum, yaitu:
لابد لكل شارع في الكثرة من أن يتصورها بوحدة ما
“suatu keharusan bagi setiap orang yang akan mulai memasuki suatu ranah disiplin ilmu agar menggambarkan ilmu tersebut dengan sesuatu”.
Dalam rumus tersebut  ilmu dinamakan dengan kata katsroh yang mana artinya adalah banyak, kenapa ilmu dinamakan katsroh?.
Ilmu sendiri bisa diartikan kedalam  tiga makna yaitu malakah, idrok,dan masail.
Derajat pertama malakah : malakah adalah suatu sifat  yang sudah mendarah daging dalam diri seseorang, atau biasa juga disebut dengan kemampuan alami, dan derajat malakah inilah yang kita tuju dalam proses mencari ilmu, karena jika terbangun suatu malakah dalam diri seseorang, maka ilmu itu adalah orang itu sendiri.
Ketika  zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, orang arab sudah mengetahui bahwa fa’il akan selalu marfu’ atau maf’ul bihi akan selalu mansub, meskipun belum ada ilmu nahwu pada zaman itu, atau pun shigatul amr selalu menunjukan kepada wajib jika tidak ada qorinah disana, meskipun pada zaman itu belum ada ilmu ushul fikh. ini merupakan salah satu penyebab mengapa pada zaman tersebut belum ada penulisan ilmu, karena ilmu masih mendarah daging dan pada derajat malakah.
Derajat kedua idrok : idrok adalah mengetahui sesuatu, tapi sifatnya masih dibawah derajat malakah, dan tidak sampai kepada derajat tersebut, dari sini para ulama mulai membuat kaidah atau rumusan dalam suatu ilmu agar mampu naik ke derajat malakah.
Derajat ketiga masail : masail adalah kata jamak dari masalah yang berarti banyak permasalahan dan bukan hanya ada satu permasalahan, mengapa demikian? Karena semakin jauh suatu masa dari masa para sahabat, derajat malakah pun terus terkikis. Dan juga dengan menyebarnya islam keluar arab, sehingga bangsa non-arab yang tidak mempunyai kemampuan akan memahami  bahasa arab dengan benar, harus belajar akan hal tersebut. Untuk itu para ulama mulai mencabangkan permasalahan-permasalahan. Dan permasalahan ini pun banyak, oleh karena itu ilmu disini disebut dengan katsroh.
Kembali ke pembahasan rumus atau kaidah, dalam rumus tersebut dikatakan memgambarkan ilmu tersebut dengan sesuatu, apa yang dimaksud dengan sesuatu tersebut?.
Para ulama menamakan sesuatu tersebut dengan mabadi ul-asyroh atau muqoddimah ilmu, seperti dinadzomkan oleh Syaikh Abu al-Irfan As-Soban :
إن مبادي كل فن عشرة                     الحد والموضوع ثم الثمرة
و نسبة وفضله والواضع                   والاسم الاستمداد حكم الشارع
مسائل والبعض باليعض اكتفى                        ومن درى الجميع حاز الشرفا
Kita bisa menggambarkan dan membayangkan suatu disiplin ilmu kedalam sepuluh elemen  ini, yaitu:
Had atau Ta’rif : definisi dari ilmu tersebut.
maudhu’ : topik yang dibahas dalam nya.
tsamroh : buah atau hasil yang kita dapat dari mempelajarinya.
nisbah : hubungannya dengan ilmu yang lainnya.
fadhl : keutamaan dari mempelajarinya.
wadhi’ : penemu atau pengarangnya.
ism : nama ilmu ini atau nama lainnya.
istimdad : asal muasalnya ilmu tersebut.
hukm syari’ : hukum mempelajarinya secara syariat.
masail : permasalahan-permasalahan dalam nya.
Setelah seorang pelajar sudah mengetahui hakikat ilmu yang ia pelajari dari menggambarkannya kedalam sepuluh elemen ini, maka ia akan bisa fokus, tahu apa yang ia butuhkan, dan tahu apa yang akan ia hadapi dalam ilmu tersebut sehingga tidak akan membuat ia keluar dari apa yang dibahas dalam permasalahan ilmu tersebut. Contohnya Ilmu biologi, ilmu biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup, dan topik yang dibahasnya adalah makhluk hidup, dll.
Kaidah atau rumusan ini bisa dipakai disemua jenis disiplin ilmu, kalaupun tidak menggambarkan ke dalam sepuluh elemen ini, ia bisa menggambarkan nya kedalam tiga unsur yaitu had, maudhu’, dan tsamroh. Dan jika terpaksa minimal ia menggambarkan nya ke dalam tsamroh atau manfaat dan hasil dari ia mempelajarinya, untuk apa ia mempelajarinya.
Contoh pengaplikasian mabadi ul-asyroh dalam ilmu Nahwu
علم النحو
الحد : العلم بأصول و قواعد يعرف به أحوال أواخر الكلم إعرابا و بناء.
الموصوع : الكلمات العربية, من حيث عروض الأحوال لها, حال تركيبها, كالإعراب و البناء.
الثمرة : تقويم اللسان, وتصحيح الخطأ واللحن في الكلام, وهو مفتاح لفهم الكتاب والسنة.
النسبة : التباين و التخالف, أي ليس متداخلا مع بقية الفنون.
الفصل : قال الإمام الشافعي : من تبحر في النحو اهتدى إلى كل العلوم.
الواضع : أبو الأسود الدؤلي 69 ه, بأمر من سيدنا الإمام علي كرم الله وجهه.
الاسم : علم النحو.
الاستمداد : من الكتاب و السنة ومن فصيح العرب.
الحكم الشارع : فرض كفاية.
المسائل : كنحو : الفاعل مرفوع. والنعت يتبع المنعوت في الإفراد و التثنية و الجمع والإعراب.

Referensi :
Musthofa Ridho Azhary, Ath-Thuruq Al-Manhajiayat, cet. Ke-4, (Kairo Mesir : Mujallad ‘Arabiy, 2017)
Muhadhoroh Syaikh Miftahurrizki, Matn Al-Ajrumiyyah



NabilM

Komentar