Sholawat serta salam tetap teruntuk junjungan kita nabi agung Muhammad sholallahu ’alaihi wasallam, pimpinan para nabi dan rasul, makhluk Allah yang paling mulia, penyelamat umat manusia di hari kiamat, hari dimana orang sibuk akan diri serta nasibnya masing-masing, juga teruntuk para keluarga, sahabat, serta seluruh pengikut baginda nabi sampai dunia menutup usianya.
قال الإمام الشافعي رضي الله عنه:
العالم كبير وإن كان حدثا # والجاهل صغير و إن كان شيخا
تعلم فليس المرء يولد عالما # وليس أخو علم كمن هو جاهل
وإن كبير القوم العلم عنده # صغير إذا التفت عليه الجحافل
“Orang berilmu akan dihargai sekalipun masih berusia muda,
Dan orang bodoh akan disisihkan,sekalipun sudah berusia tua”“Belajarlah, karena tak seorangpun terlahir dalalam keadaan berilmu,
Tidaklah sama,antara orang yang berilmu dan orang yang bodoh”
“Kalaulah pembesar suatu kaum tak memiliki ilmu’
Ia akan diabaikan orang dalam setiap pertemuan besar”
قال أيضا:
من لم يذق ذل التعلم ساعة # تجرع ذل الجهل طول حياته
ومن فاته التعليم و قت شبابه # فكبر عليه أربعا لو فاته
حياة الفتى و الله بالعلم و التقى # إذا لم يكونا الاعتبار لذاته
“Barang siapa tidak mau merasakan panyahnya belajar walau sesaat saja,
Niscaya ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidup”“Barang siapa melewatkan belajar di waktu mudanya,
Maka bertakbirlah empat kali untuk kematiannya”
“Demi Allah ,hidup seorang pemuda adalah dengan ilmu dan taqwa ,
Tanpa keduanya ,hidup pemuda tidak ada artinya”
Jika kita ingin mendapatkan motivasi dalam menuntut ilmu, cukuplah kisah-kisah para ulama Islam terdahulu sebagai rujukan dalam mengarungi ladang kehidupan belajar kita. Dengan fasilitas yang serba terbatas ketika itu, namun tidak berarti menyurutkan langkah mereka dalam belajar dan berkarya. Sebagaimana Ibnu Jarir al-Thabari telah menulis lebih dari 30.000 halaman selama hidupnya, begitupun Imam Nawawi telah meninggalkan lebih dari 40 buah karya, padahal umurnya tidak lebih dari 45 tahun. Dan banyak lagi contoh lainnya yang tidak kalah hebatnya dari para ulama terdahulu, dimana tidak bisa diperinci satu persatu. Maka hal yang paling penting pelajaran dari mereka adalah bagaimana proses para ulama Islam terdahulu dalam menjalani kehidupan.Timbulah suatu pertanyaan dalam diri kita.
Sebenarnya apa yang menjadi kunci sukses mereka?
Padahal, mereka mempunyai umur dan waktu yang sama dengan kita. dan ternyata setelah ditelusuri sejarah hidup mereka, ada beberapa jawaban yang bisa kita dapatkan. diantaranya yang pertama adalah kesabaran, kedua keberkahan waktu dan ketiga niat yang ikhlas untuk mengagungkan agama Allah Swt. Itulah beberapa elemen dasar yang mereka punya. lantaran terus berjuang dalam belajar dan berkarya, maka syekh Abdul Fattah Abu Guddah menulis buku yang berjudul Qimatu al-zaman inda al-ulama, kurang lebih sekitar 400 halaman,hanya menceritakan bagaimana berharganya waktu bagi para ulama dalam menuntut ilmu. Begitupun buku shafahaat min al-shobri al-ulama tidak kurang dari 500 halaman, ditulis oleh beliau juga yang menceritikan bagaimana luar biasanya kesabaran para ulama dalam menuntut ilmu.
Dikisahkan dalam kedua buku tersebut, bahwa karena kecintaan mereka terhadap ilmu, Imam Haramain Al-juwayni tidak pernah istirahat kecuali memang ketiduran, bahkan dikisahkan beliau tidak pernah merasakan nikmatnya makanan,karena baginya ilmu lebih nikmat dari apapun. Begitupun khatib Al-bagdadi,diriwayatkan bahwa beliau tiak pernah terlihat berjalan,kecuali ada di tangannya secarik kertas atau buku dimana beliau membaca atau menghafalnya, Baginya, berjalan walaupun sebentar tanpa belajar, sama dengan menyia-nyiakan waktu yang ada.
Ibnu Taymiah menceritakan tentang bagaimana luar biasa kakenya Majduddin Abu Al-Barakat dalam menuntut ilmu,
“Jika beliau masuk kedalam kamar mandi,beliau selalu meyuruh saya untuk membacakan buku kepadanya dengan suara yang keras.”
Dikisahkan pula Abu Hurairoh, Imam Syafi’i dan Imam Al-Ghozali membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian. Sepertiga pertama untuk belajar (menulis), sepertiga kedua untuk beribadah dan sepertiga terakhir untuk istirahat. Dimana waktu siangnya mereka habiskan untuk belajar mengajar. Dan masih banyak kisah-kisah para ulama islam terdahulu yang lainya yang bisa kita ambil hikmahnya dari perjalanan kehidupan mereka.
Bagi mereka yang sudah merasakan nikmatnya menuntut ilmu,maka fasilitas, jarak dan ujian bukan lagi menjadi alasan untuk tidak terus belajar dan berkarya. Sebagaimana Ibnu Jauzzi berkata :”Disaat aku merasakan manis dan nikmatnya mencari ilmu, aku menghadapi berbagai macam cobaan dan ujian. Bagiku cobaan dan ujian itu berubah menjadi manis dan lebih manis dari pada madu. Itu semua aku jalani tidak lain demi mendapatkan apa yang aku cari dan harapkan (shaidul khatir).
Sementara bagaimana dengan kita semua yang hidup di zaman serba guna ada, sudah tidak ada masalah dengan fasilitas apapun?
Mudah-mudahan kita semua bisa menggunakan fasilitas yang serba guna ada ini dengan sebaik-baiknya dan bisa mengikuti jejak langkah para ulama islam terdahulu.
Ada pepatah arab mengatakan :”Al-ilmu laa yu’thika ba’dhahu hatta tu’thiihi kullaka”
"Ilmu tidak akan memberikan sebagiannya untukmu, sampai engkau memberikan semua milikmu untuk ilmu".
Wallahu a’lam bi as-showab
FahmiAF

Komentar
Posting Komentar