Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Dzat Maha pengampun
segala dosa. Yang segala urusan ada di dalam kehendak-Nya, tak ada satupun yang
dapat menandingi-Nya. Shalawat beserta salam dihaturkan kepada Nabi terakhir,
nabi paling mulia yang cahayanya sudah menerangi surga bahkan sebelum adanya
dunia, Nabi Muhammad Alaíhi Shalat wa Salam. Amma ba’du
Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang bagaimana perbedaan antara
cinta kehidupan dan cinta kehidupan dunia. Berangkat dari seringnya kita keliru
membedakan mana yang harus dicintai,
padahal kedua-duanya memiliki kata yang sama; kehidupan.
Aqidah muslim percaya bahwa hakikat kehidupan bukan hanya di dunia
saja, namun ada kehidupan yang hakiki, kehidupan di akhirat kelak. Kehidupan
yang segala amal yang kita perbuat selama di dunia akan kita pertanggung
jawabkan dihadapan Allah sang pemberi kehidupan. Maka seharusnya dunia bukan
menjadi tujuan kita, karena sifatnya yang sementara dan akan binasa. Allah SWT mengingatkan
pada kita bagaiamana sesungguhnya dunia ini hanyalaj sanda gurau dan main-main
saja, sedangkan akhirta adalah kehidupan yang sbeneranya
ومَا هَٰذِهِ
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ
لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
‘’Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”(Al-Ankabut : 64)
Kehidupan dunia hanyalah langkah kecil dari sebuah perjalanan
panjang dari panjangnya kehidupan akhirat. Ia adalah ladang amal untuk
perjalanan saat kita sampai di kehidupan hakiki. Maka barangsiapa yang
mencintainya dan mendambakan hatinya pada dunia sampai melalaikan tugas
pokoknya untuk mencari bekal berupa amal kebajikan, maka penyesalan yang akan ia dapatkan di
kehidupan abadi kelak. Oleh karena itu, sepatutunya bagi seorang mukmin lebih
mendambakan kehidupan abadi kelak, lebih mencintainya, karena ialah yang kekal
dan tak berujung. Hal ini senada dengan firman-Nya :
وَمَا
ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَعِبٞ وَلَهۡوٞۖ وَلَلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ
لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
‘’Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan
senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Al-An’am : 32)
وَذَرِ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ
دِينَهُمۡ لَعِبٗا وَلَهۡوٗا وَغَرَّتۡهُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَاۚ وَذَكِّرۡ
بِهِۦٓ أَن تُبۡسَلَ نَفۡسُۢ بِمَا كَسَبَتۡ لَيۡسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ
وَلِيّٞ وَلَا شَفِيعٞ وَإِن تَعۡدِلۡ كُلَّ عَدۡلٖ لَّا يُؤۡخَذۡ مِنۡهَآۗ
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أُبۡسِلُواْ بِمَا كَسَبُواْۖ لَهُمۡ شَرَابٞ مِّنۡ
حَمِيمٖ وَعَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡفُرُونَ
Dan tinggalkan lah
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan
mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia (Al-An’am : 70)
Mencintai
Dunia: Bolehkah?
Jika seperti itu, bolehkah kita mencintai kehidupan dunia? Tentu
saja hal ini tidak dilarang, sebatas sebagai jembatan atau ladang untuk bekal
nanti kehidupan di akhirat. Jika kita ingin menikmati kebahagiaannya, maka
nikmatilah kebahagian tersebut sesuai dengan apa yang telah Rasulullah Saw.
ajarkan kepada kita. Karena Nabi Muhammad SAW pun menjelaskan dalam suatu
hadits, diantara kebahagiaan di dunia adalah adanya empat perkara, yaitu: (1) Istri
shalehah, (2) rumah yang megah, (3) tetangga yang baik, dan (4) kendaraan yang
nyaman. Hal Ini menunjukan bahwa mencarasakan kebahagian di dunia merupakan hal
yang manusiawi, namun semua kebahagiaan di dunia ini tentunya tidak menjadikan
kita lalai akan kehidupan setelah kematian kelak. Kecintaan terhadap kehidupan dunia
tidak menjadikan kita lupa bahwa hakikat hidup yang sebenarnya adalah setelah
kematian.
Lantas
banyak orang yang setelah sadar bahwa hidup di dunia hanya sementara, mereka
pun mulai melupakan kehidupan dunia dan mengharamkan segala kedudukan dunia. Apakah
hal tersebut dibenarkan? Apakah harus memang seperti itu, supaya hati kita tak
terpaut oleh dunia? Meski kita kelak akan hidup di dunia yang abadi, namun
tidak semerta-merta melupakan kedudukan kita di dunia. Hal ini sudah dijelaskan
dalam Al-Quran surat Al-Qasas
وَٱبۡتَغِ
فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ
ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ
فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (Al-Qasas : 77)
Dari
ayat tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa apa yang dianugerahkan Allah
kepada kita misalnya berupa harta benda, maka harta tersebut kita investasikan
untuk mencari kebahagiaan di negeri akhirat. Bisa dengan dengan cara
disedekahkan, dihibbahkan atau apapun demi perjuangan di jalan Allah. karena
berbuat baik di dunia ini pun pada hakikatnya untuk bekal nanti di akhirat. Sepereti
apa yang dikatakan oleh Ibnu Umar. Beliau berkata
احرث لدنياك كأنك تعيش أبدا ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا”
“Hiduplah di dunia seakan-akan kamu hidup selamanya,
dan beramallah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal esok hari.”
Perkataan ini menunjukkan keadaan kita bahwa ketika
kita bekerja untuk dunia, maka berfikirlah bahwa kita akan hidup selamanya.
Supaya ketika kita bekerja, kita betul-betul profesional dengan tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi) kita. karena Allah sangat senang sekali melihat hambanya,
ketika dia bekerja, dia melakukannya dengan profesional
إن الله تعالى يحب إذا عمل عملا أن يتقنه (رواه البيهقي)
Pun begitu juga ketika kita beramal untuk bekal kehidupan
di akhirat. Maka beramalah seakan-akan kita meninggal esok hari. Maksimalkan
waktu untuk ibadah kita untuk fokus bahwa tidak ada kesempatan bagi kita untuk
beribadah lagi selain apa yang dilakukannya saati itu. Dalam ayat yang lain,
Allah SWT. berfirman:
فَمَآ
أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ
خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ
Maka sesuatu yang diberikan
kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah
lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada
Tuhan mereka, mereka bertawakkal (Ash-Shura : 36)
Dalil-dalil
tersebut menjadi dalil bahwa kita boleh menikmati khidupan dunia, selama itu
dapat mengantarkan kita untuk berbuat kebajikan dan kita jadikan sebagai bekal
untuk kehidupan akhirat kita. Hal ini sebagai bantahan bagi sebagian kelompok
yang menyebutkan kehidupan ini hanyalah tipuan, maka mereka mencari cara agar
segera meninggalkan kehidupan dunia dengan meledakkan dirinya sendiri. Mereka
membenci dan mengkucilkan hak-hak mereka dan hak manusia yang lainnya.
Manfaatkan
waktu di Dunia mu
Apa
yang kita pahami tentang kehidupan, Islam telah memberikan makna luas terhadap
kehidupan karena kehidupan bukanlah hanya di dunia saja melainkan di akhirat
juga. Andai hanya dunia saja, maka kehidupan dunia ini hanya beberapa menit
saja.Firman Allah dalam Al-Qur’an:
تَعۡرُجُ
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيۡهِ فِي يَوۡمٖ كَانَ مِقۡدَارُهُۥ خَمۡسِينَ
أَلۡفَ سَنَةٖ
Malaikat-malaikat dan Jibril naik
(menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.(Al-Ma’arij
: 4)
Kadar
ukuran satu jam di akhirat lebih dari 2000 tahun lamanya jika dibandingkan
dengan waktu di dunia. Jika dihitung, maka satu menitnya saja bisa mencapai
lebih dari 33 tahun. Andaikata seseorang hidup di dunia ini selama 100 tahun,
maka dalam hitungan Allah ia hanya baru hidup selama 3 menit.
إِنَّهُمۡ
يَرَوۡنَهُۥ بَعِيدٗا وَنَرَىٰهُ قَرِيبٗا
Sesungguhnya mereka memandangnya jauh(6) Sedangkan Kami
memandangnya dekat(7) (Al-Ma’arij : 6-7)
Imam Ath-thabari menjelaskan mengenai ayat tersebut bahwa para kaum
musyrikin memandang adzab yang akan menimpa mereka itu jauh datangnya dan lama
adanya. Mereka mengatakan seperti itu karena memang mereka tak mempercayainya
juga pengingkaran mereka akan adanya kehidupan setelah kematian yang didalamnya
adan pahala dan hukuman dari Allah SWT. Allah kemudian menjawab dalam ayat
selanjutnya, bahwa datangnya hari pembalasan itu pasti, dan sesuatu yang pasti,
waktunya sangat dekat. Dan setiap sesuatu yang Allah janjikan datang, ia pasti
akan datang.
(112)قَالَ
كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ
(113)قَالُوا
لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ
(114)قَالَ
إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ لَّوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
(115)أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?"
(112) Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari,
maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung"(113) Allah berfirman:
"Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu
sesungguhnya mengetahui" (114) Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya
Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami? (115)
Kesimpulan
Perbedaan antara mencintai kehidupan dengan mencintai dunia, ialah
perkara yang luas. Ada yang dinamakan kehidupan duniawi, dan ada pula kehidupan
yang hakiki. Sebagian kelompok yang keras pemikirannya mengatakan mereka
membenci hidup, karena mereka membenci dunia, mereka pun berlomba-lomba dalam
mencari kematian (yang konyol) karena mereka mereka berkeyakinan bahwa mereka
sedang membenci dunia, padahal disisi lain mereka juga sedang membenci
kehidupan.
Sementara kehidupan di dunia ini, bolehlah kita menikmatinya dan
tidak mengharamkan segala bentuk keindahannya. Dengan tidak mengesampingkan
bahwa hidup dunia hanya sementara, dan ada darul akhirat yang setiap
makhluk nya akan kekal berada dalam sana. Kembali ke pertanyaan di atas,
bolehkah kita mencintai kehidupan? Tentu hal ini tidak dilarang, karena makna
kehidupan bukan hanya kehidupan di dunia namun juga kehidupan di akhirat. Wallahu
a’lam.
AbdulMuiz

Komentar
Posting Komentar